Jumat, 11 Januari 2013

MAKALAH SOSIAL ENGGINNER


ILMU SOSIAL DASAR

I.  PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Sejak runtuhnya Khilafah Utsmaniyah pada tahun 1924 yang merupakan perencanaan busuk dunia barat saat itu maka berakhir sudah peradaban yang dipegang oleh Islam selama 350 tahun yang didalamnya terdapat kedamaian. Ini merupakan momentum besar bagi dunia barat untuk menanamkan ide-idenya disetiap penghuni bumi.
Dunia barat dan pemikirannya kini semakin subur bercokol menebarkan benih-benih pemikiran dan nilai di negara-negara dunia ketiga. Meskipun kolonialisme dan imperialisme tidak lagi nampak secara fisik, namun perang pemikiran yang digulirkan oleh Barat telah berdampak sedemikian hebat. Melalui penguasaan di berbagai media informasi, kebudayaan, dan pendidikan, Barat menggencarkan serangan globalisasi dan modernisasi yang semakin merusak umat.
Masih banyak masyarakat dunia, bahkan umat Islam sendiri yang masih menganggap peradaban Barat sebagai peradaban dunia. Nilai-nilai dan pemikiran Barat dijadikan sebagai standar perilaku dan gaya hidup yang selalu terkesan modern.
Barat secara tidak objektif  senantiasa mendiskreditkan Islam sebagai agama 'teroris' yang kolot dan tidak dinamis. Penguasaan barat atas beberapa aspek material yang penting, seperti perekonomian, keamanan, dan pendidikan ditambah dengan terpojoknya Islam atas segala strategi Barat, membuat Islam harus kembali diperjuangkan sebagai peradaban dunia, dan harus segera dilepaskan dari cengkeraman Barat yang kini telah menghegemoni di dunia. Harus ada strategi dan langkah nyata sebagai upaya mengembalikan kejayaan Islam sebagai peradaban dunia.

B.     Tujuan
Makalah ini bertujuan mempelajari makna, sebab-musabab perubahan sosial, strategi perubahan sosial, bentuk perubahan sosial dan perubahan/rekayasa sosial yang  kehendaki.



II.  RUMUSAN MASALAH
                                          
Dari latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, antara lain:
1.      Apakah makna dari rekayasa sosial
2.      Apa sebab-musabab perubahan sosial itu harus terjadi?
3.      Bagaimanakah bentuk perubahan sosial?
4.      Strategi apa yang harus dipakai dalam perubahan sosial?
5.      Perubahan / rekayasa Sosial seperti apa yang  dikehendaki?


I.       PEMBAHASAN

A.    Pengertian Rekayasa Sosial       
Rekaya sosial merupakan campur tangan atau seni memanipulasi sebuah gerakan ilmiah dari visi ideal tertentu yang ditujukan untuk mempengaruhi perubahan sosial, bisa berupa kebaikan maupun keburukan dan juga bisa berupa kejujuran, bisa pula berupa kebohongan.
Perubahan sosial yang dilakukan karena munculnya problem-problem sosial sebagai adanya perbedaan antara das sollen (yang seharusnya) dengan das sein (yang nyata). Tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial (collective action to solve social problems). Biasanya ditandai dengan perubahan bentuk dan fungsionalisasi kelompok, lembaga atau tatanan sosial yang penting.
Dibanding dengan perencanaan sosial (social planning), ia lebih luas atau lebih pragmatis, sebab sebuah rekayasa selalu mengandung perencanaan, tetapi tidak semua perencanaan diimplementasikan hingga terimplementasikan di alam nyata. Begitu pula jika dibandingkan dengan manajemen perubahan (change management), ia memiliki makna lebih pasti, sebab jika obyek dari manajemen dapat ditafsirkan sebagai perubahan dalam arti luas, sedangkan obyek dari rekayasa sosial sudah jelas, yakni perubahan sosial menuju suatu tatanan dan sistem baru sesuai dengan apa yang dikehendaki sang perekayasa.
Selain pengertian di atas, rekayasa sosial juga dapat diartikan sebagai sebuah proses perencanaan, pemetaan dan pelaksanaan dalam konteks perubahan struktur dan kultur sebuah basis sosial masyarakat.
B.     Sebab-Musabab Perubahan Sosial
Ideas; pandangan hidup (way of life), pandangan dunia (world view) dan nilai-nilai (values), seperti yang Max Weber ungkapkan bahwa betapa berpengaruhnya ide terhadap suatu masyrakat.
Great individuals (tokoh-tokoh besar); perubahan sosial terjadi karena munculnya seorang tokoh atau pahlawan yang dapat menarik simpati dari para pengikutnya yang setia, kemudian bersama-sama dengan simpatisan itu, sanga pahlawan melancarkan gerakan untuk mengubah masyarakat (great individuals as historical forces).
Social Movement (gerakan sosial); sebuah gerakan sosial yang dipelopori oleh sebuah komunitas atau institusi semacam LSM/NGO, Ormas, OKP dan sebagainya.
Sumber-sumber perubahan juga bisa disebabkan oleh; (1) Kemiskinan (poverty) sebagai problem yang melibatkan banyak orang, (2) Kejahatan (crimes) yang biasanya berjenjang dari blue collar crimes sampai white collar crimes, dan (3) Pertikaian atau konflik (conflict), konflik sosial bisa bersifat etnis, rasial, sektarian, ideologis, dan sebagainya.
C.     Bentuk dan Teori Perubahan Sosial
Terdapat tiga bentuk perubahan yang disepakati kalangan ilmuwan sosial: evolusi, revolusi dan reformasi. Evolusi dipahami sebagai bentuk perubahan yang memakan waktu lama. Proses perubahan seperti ini cenderung hanya melingkar di tingkat elite saja dan sedikit sekali mengakomodasikan input dari grass root yang muncul ke permukaan sebagai reaksi atas berbagai kebijakan elit penguasa. Konsekuensi logis dari perubahan model ini akan menempatkan rezim penguasa pada keleluasaan menentukan agenda-agenda perubahan yang ada berdasar “aman atau tidak” bagi kekuasaannya.
Perubahan model ini, biasanya kurang populer di Dunia Ketiga (the Third World), yang mayoritas adalah berpenduduk muslim, karena perubahan politiknya secara umum masih cukup eksplosif. Tidak perlu tokoh yang kharismatik atau terkenal untuk evolusi, karena semua ditentukan dalam kendali penguasa. Elite penguasa serta pihak-pihak tertentu saja yang bisa terlibat dalam perumusan persoalan yang ada dan itu bias kepentingan. Figur-figur di luar lingkaran kekuasaan hanya memberikan respons minimal sebatas masukan atau paling maksimal, pressure (tekanan), itupun jika ada kebebasan.
Bentuk kedua adalah revolusi. Perubahan secara cepat ini cukup populer di kalangan gerakan sosial atau aktivis pembebasan. Dalam prosesnya, cara ini cukup beresiko. Bisa jadi dalam prosesnya yang singkat tersebut meminta banyak korban sebagai prasyarat dari proses yang memang cukup reaktif dan terkesan sporadis dari sisi waktu maupun agenda-agenda yang dilakukan. Hasil dari cara ini dapat dilihat dengan cepat, karena secara umum bertujuan pada perubahan politik, khususnya perubahan tampuk kekuasaan.
Revolusi Islam sebagai metode perubahan adalah sebuah tawaran yang telah pernah diaplikasikan dalam lapangan kenegaraan di Iran di bawah kepemimpinan Ayatullah Khomeini (1977), Mesir oleh Ikhwanul Muslimin bersama Nasser (1952) dan beberapa negara Arab lainnya, baik memenuhi standar teori Barat maupun tidak.
Sedangkan reformasi didefinisikan sebagai sebuah bentuk perubahan yang gradual dan parsial. Tidak terlalu cepat, namun juga tidak lambat. Reformasi merupakan bentuk kompromi antara evolusi dan revolusi. Reformasi atau pembaharuan (perubahan yang signifikan atas hal yang dianggap menyimpang), telah berlangsung di berbagai belahan dunia sejak zaman Renaissance abad ke-15 Masehi. Berawal di Jerman dengan pemikiran Martin Luther King, yang menggugat penyimpangan ajaran Kristiani, berlanjut pada pemikiran Thomas Hobbes tentang State of Nature-nya di Inggris, John Locke, Rousseau hingga pemikiran demokrasi modern-nya Robert A Dahl, berintikan pentingnya moralitas pemimpin untuk menjalankan demokrasi. Demokrasi tidak saja berarti kekuasaan ditangan rakyat, namun juga desakralisasi pemimpin yang dibatasi aturan konstitusi dan diawasi oleh lembaga lain dimana rakyat memiliki hak atas mandat pemimpinnya.
Gerakan reformasi acapkali terjadi, manakala seorang pemimpin berlaku korup dan manipulatif, sehingga diperlukan langkah-langkah politik yang berarti dari rakyat untuk melakukan perbaikan. Atau, bila rakyat merasakan adanya kekurangan dalam sistem konstitusi yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Dengan kedua alasan inilah, apa yang terjadi di Korea Selatan dengan Up-rising in Kwangju tahun 1986, di Cina dengan tragedi Tiananmen 1989, dan penggulingan Soeharto di Indonesia tahun 1998, merupakan gerakan reformasi yang berdampak pada penyelenggaraan negara.
D.    Strategi-Strategi Perubahan Sosial
Strategi Normative-Reeducative (normatif-reedukatif); Normative merupakan kata sifat dari norm yang berarti aturan yang berlaku di masyarakat (norma sosial), sementara reeducation dimaknai sebagai pendidikan ulang untuk menanamkan dan mengganti paradigma berpikir masyarakat yang lama dengan yang baru. Sifat strategi perubahannya perlahan dan bertahap.
Cara atau taktik yang digunakan adalah mendidik, yakni bukan saja mengubah perilaku yang tampak melainkan juga mengubah keyakinan dan nilai sasaran perubahan.
Persuasive Strategy (strategi persuasif); Strategi ini dijalankan melalui pembentukan opini dan pandangan masyarakat, biasanya menggunakan media massa dan propaganda.
Cara atau taktik yang digunakan adalah membujuk, yakni berusaha menimbulkan perubahan perilaku yang dikehendaki para sasaran perubahan dengan mengidentifikasikan objek sosial pada kepercayaan atau nilai agen perubahan. Bahasa merupakan media utamanya.
Efektifitas teori persuasi sangat bergantung pada media yang dipergunakan. Media itu dibagi dua; (1) media pengaruh (media komunikasi yang digunakan pelaku perubahan untuk mencegah sasaran perubahan), dan (2) media respon (media yang digunakan oleh sasaran perubahan dalam menggulingkan tanggapan mereka), keduanya dapat menggunakan media massa atau saluran-saluran interpersonal.
People’s power (revolusi); Merupakan bagian dari power strategy (strategi perubahan sosial dengan kekuasaan), revolusi ini merupakan puncak dari semua bentuk perubahan sosial, karena ia menyentuh segenap sudut dan dimensi sosial secara radikal, massal, cepat, dan mengundang gejolak intelektual dan emosional dari semua orang yang terlibat di dalamnya.
Cara atau taktik yang digunakan berbentuk paksaan (memaksa) dengan kekuasaan, yakni upaya menimbulkan kepasrahan behavoral atau kerjasama pada sasaran perubahan melalui penggunaan sanksi yang dikendalikan agen.
Strategi Perubahan Sosial Islam; cepat atau lambat bukan sebuah soal dalam cara pandang Islam. Dengan meletakkan ridha Allah sebagai tujuan hidup manusia (mardhâtillah), Islam telah dilengkapi dengan standar moral yang tertinggi. Ini membuka cakrawala yang tak terbatas bagi perkembangan moral dan etik manusia dalam komunitas kolektifnya. Secara garis besar, tahapan perubahan sosial masyarakat Islam adalah sebagai berikut:
1.      mewujudkan pribadi muslim yang diridhai Allah (bina’ al-fardli al-muslim), yaitu pribadi muslim yang paripurna, yang penuh moralitas iman, Islam, taqwa dan ihsan. [al-Baqarah: 177]
2.      mewujudkan rumah tangga dan keluarga Islami (bina’ al-usrah al-islamiyah) yang diridhai Allah, yaitu rumah tangga yang sakinah diliputi mawaddah serta rahmah anugerah ilahi. [ar-Ruum: 21]
3.      mewujudkan masyarakat dan lingkungan islami (bina’ al-ijtima’i al-islamiyyah) yang marhamah, yaitu lingkungan yang kondusif dan layak menerima berkah Allah karena warganya yang beriman dan bertaqwa. [al-A’raf: 96]
4.      mewujudkan negara (bina’ daulat al-islamiyyah) yang diridhai Allah yaitu baldat yang thayyibah dan diliputi maghfirah Allah. [Saba’: 15]
5.      mewujudkan peradaban dunia yang diridhai Allah dengan kepemimpinan Islam atas alam (ustadziyat al-‘alam), yaitu dunia yang hasanah dan berkesinambungan dengan akhirat yang hasanah. [al-Baqarah: 201].


E.     Konsep Kejayaan dan Aktor dibalik Kejayaan serta Proses yang dilalui untuk Membangun Kembali Islam
Konsep kejayaan harus dibangun secara integral, baik dari aspek internal maupun eksternal. Secara internal dan dari perspektif umat Islam, konsep kejayaan tidaklah jauh berbeda dengan konsep kebangkitan umat. Yusuf Qardhawi (2003) mengungkapkan sepuluh langkah menuju kematangan kebangkitan Islam, yaitu :
1.      Dari format dan simbol menuju hakikat dan substansi
2.      Dari retorika dan perdebatan menuju penerapan dan aksi
3.      Dari sikap sentimentil dan emosional menuju sikap rasional dan ilmiah
4.      Dari orientasi masalah cabang dan sekunder menuju masalah pokok dan primer
5.      Dari menyulitkan dan ancaman menuju kemudahan dan kabar gembira
6.      Dari kejumudan dan taklid menuju ijtihad dan pembaharuan
7.      Dari fanatisme dan eksklusifisme menuju toleransi dan inklusifisme
8.      Dari sikap berlebihan dan meremehkan menuju moderatisme
9.      Dari kekerasan dan kebencian menuju kelemahlembutan dan rahmat
10.  Dari ikhtilaf dan perpecahan menuju persatuan dan solidaritas
Sedangkan untuk menjawab tantangan umat dari segi eksternal, terdapat beberapa langkah, yaitu :
1.      Membebaskan diri dari depedensi Barat dan westernisasi
Bencana paling nyata akibat westernisasi adalah adanya generasi yang mengalami proses pembaratan, yang kehilangan jati diri, legitimasi, dan loyalitas sebagai bangsa Timur yang sejak lama dimiliki. Westernisasi yang bertujuan untuk melakukan sekulerisasi negara dan masyarakat harus mendapatkan perlawanan penuh dari umat Islam, dengan cara bangkit dan aktif berjuang mengembalikan jati diri masyarakat muslim sekaligus menggagalkan propaganda Barat.
2.      Penguasaan media
Pentingnya media sebagai pembentuk opini publik membuat sarana ini harus dikuasai oleh umat Islam, untuk membuktikan fakta-fakta dan kebenaran informasi tentang Islam. Sehingga, umat Islam tidak lagi terpojok oleh berita negatif yang sering diekspos media Barat selama ini.
3.      Revitalisasi dan pembaharuan
Munculnya gerakan revitalisasi atau pembaharuan merupakan titik cerah yang memunculkan babak baru bagi kehidupan Islami, yaitu keyakinan bahwa Islam akan kembali memegang kendali kehidupan dan menggelisahkan kekuatan musuh. Suatu arus gerakan yang kemudian dinamakan "Kebangkitan Islam".
Revitalisasi akan berkorelasi positif dengan teori perubahan. Menurut Chin et al., (1989), terdapat beberapa strategi perubahan, yaitu strategi empiris-nasional, strategi pengubahan normatif-reedukatif, pendekatan kekuasaan-paksaan. Strategi empiris-nasional meliputi  reset dasar penyebaran pengetahuan melalui pendidikan umum, seleksi dan pergantian personal dalam sistem, analisis sistem, penerapan sistem, serta reorganisasi perseptual dan konseptual.
4.      Menghadapi Normalisasi dan Destruksi Barat
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam upaya menghadapi normalisasi dan destruksi Barat (Qardhawi, 2001) antara lain:
a.       Budaya perlawanan, bukan eksklusivitas
Perlawanan budaya yang dilakukan tidak hanya dengan cara konservatif dan ekslusif dengan cara menarik diri dan tenggelam dalam konflik golongan. Namur harus mulai dilakukan dengan cara-cara riil dan aplikatif.
b.      Budaya persatuan yang variatif
Yaitu budaya yang berusaha mengembangkan unsur-unsur persatuan yang ada dan menguatkan tali perekat dalam masyarakat, karena adanya pluralitas dalam kebudayaan.
c.       Budaya interaksi dan kebersamaan, bukan percerai-beraian
d.      Mengokohkan budaya umat
5.      Unifikasi
Seluruh kekuatan umat Islam harus disatukan dalam kerangka unifikasi, rekonsiliasi, dan penyatuan barisan, agar terjalin ikatan akidah yang begitu kuat. Salah satu unifikasi yang harus dilakukan adalah unifikasi kekuatan umat Islam.
Konsep-konsep tersebut tidak akan berguna jika tidak ada aplikasi nyata dari aktor kebangkitan, yaitu umat Islam secara umum dan pemuda Islam secara khusus. Perlu disiapkan generasi Rabbaniyyin dari kaum muda, yang nantinya akan menempati posisi strategis, menjadi pemimpin dan penentu kebijakan umat.
Proses yang dilalui oleh aktor perubahan adalah sesuai dengan proses menuju kemenangan Islam. Dimulai dari pengenalan dan dakwah Islam, pembentukan aktor-aktor perubahan yang siap mengemban amanah, kemudian amal produktif. Proses yang dilalui akan mengikuti sunnah gradual, sehingga memerlukan kesabaran tingkat tinggi untuk melakukan setiap tahapan (Ash Shalabi, 2006).
Hal yang sama diungkapkan oleh Hasan Al Banna (Al Ghazali, 2001) tentang langkah-langkah tahapan dakwah menuju kebangkitan Islam, yaitu:
1.      Tahap propaganda dan pengenalan
2.      Tahap penyiapan dan pembinaan
3.      Tahap kerja dan pelaksanaan
4.      Tahapan negara
5.      Tahapan penyiapan khilafah
6.      Tahapan peneguhan eksistensi negara atau khilafah
7.      Tahapan kepemimpinan dan perwujudan keteladanan.
F.      Grand Design Besar Kammi untuk Indonesia


II.    KESIMPULAN

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari pembahasan di atas antara lain sebagai berikut:
1.      Rekayasa sosial yang berujung pada perubahan sosial yang dilakukan oleh wadah perjuangan itu terjadi ketika masyarakat itu sendiri sudah keluar dari fitrahnya yang akan mengakibatkan berbagai problematika hidup diantaranya korupsi, kekerasan, imprealisme dan lain-lain.
2.      Lambat atau cepat dalam perubahan adalah sebuah proses. Yang terpenting adalah mengganti pradigma masyarakat dengan melakukan tarbiyah untuk membentuk kepribadian muslim yang diridhai oleh Allah.
3.      Tujuan yang diinginkan dari rekayasa sosial adalah terbentuknya masyarakat Islam dan tersampaikannya dakwah kepada segenap manusia. Sedangkan tahapan yang harus dilalui adalah tahap propaganda dan pengenalan, tahap penyiapan dan pembinaan, tahap kerja dan pelaksanaan, tahapan negara, tahapan penyiapan khilafah, tahapan peneguhan eksistensi negara atau khilafah, tahapan kepemimpinan dan perwujudan keteladanan.
4.      Generasi muslim yang akan menjadi pemenang masa depan telah dijelaskan dalam Al Quran, yaitu orang-orang beriman dan beramal shalih, yang senantiasa merealisasikan ubudiyahnya dalam seluruh aspek kehidupan, yang senantiasa gigih memerangi kemusyrikan, yang ikhlas dan sabar.


PENUTUP

Akhir dengan satu kata ”ketika Allah berada di sisi lawan kita maka siapa lagi yang kita harapkan? Dan ketika Allah berada di sisi kita maka siapa lagi yang kita takuti? Bukankah Allah telah mengabadikan sebuah ayat yang artinya. ”Barang siapa yang membantu/menolong agama Allah, Allah akan senanntiasa membantunya dan meneguhkan kedudukanya”. (Q.S. MUHUMMAD: 7).
Peradaban Barat akan segera mengakhiri masa tuanya, lengser, dan digantikan oleh peradaban yang sempurna dan mulia di sisi Allah, yaitu peradaban Islam. Dan Allah telah menjanjikan hal itu pada orang-orang beriman dan beramal shalih. Hendaknya janji tersebut menjadi motivator kuat bagi umat Islam untuk bangkit dan bergerak, secara maknawi dan materi, secara filosofis dan aplikatif, demi terwujudnya kemenangan Islam.
Semoga banyak manfaat dan ilmu yang dapat diambil dari makalah ini, meskipun dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Al Ghazali, Abdul Hamid. 2001. Meretas Jalan Kebangkitan Islam, Peta Pemikiran Hasan Al Banna. Era Intermedia, Solo.
Budiyanto, Dwi. 2009. Prophetik Learning. Pro-U Media, Yogyakarta.
Chin, R., W.G. Bennis, K.D. Benne. 1989. Merencanakan Perubahan. Era Intermedia, Solo.
Kasali, Rhenld. 2006. Change!. Gramedia. Jakarta.
Matta, Anis. 2006. Arsitek Peradaban. Fitrah Rabbani, Jakarta.



Kamis, 10 Januari 2013

BAB 10 PERBEDAAN PRASANGKA DAN DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME

                                                      ILMU SOSIAL DASAR


                                                                  BAB 10
                                                                                                                                                 PERBEDAAN PRASANGKA DAN DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME

1. Perbedaan Prasangka & Diskriminasi
Sikap negatif terhadap sesuatu, disebut prasangka namun ada juga demikian belum jelas benar ciri-ciri kepribadian mana yang membuat seseorang mudah berprasangka;
Dalam kondisi prasangka untuk menggapai akumulasi materi tertentu atau untuk status sosial bagi suatu individu atau suatu kelompok sosial tertentu;
Seorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkanya.
1.1.    Sebab-sebab Timbulnya Prasangka
a.Berlatar belakang sejarah;
b.Dilatar belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional;
c.Bersumber dari faktor kepribadian;
d.Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan dan agama.

1.2. Daya Upaya Untuk Mengurangi Prasangka & Diskriminasi
a.Perbaikan kondisi sosial ekonomi, pemerataan pembangunan dan usaha peningkatan pendapatan bagi warga negara Indonesia yang masih tergolong di bawah garis kemiskinan;
b.Perluasan kesempatan belajar, adanya usaha-usaha pemerintah dalam perluasan kesempatan belajar bagi seluruh warga negara Indonesia;
c.Sikap terbuka dan sikap lapang harus selalu kita sadari bahwa berbagai tantangan yang datang dari luar ataupun yang datang dari dalam negeri.
2. Etnosentrisme
Suku bangsa ras tersebut cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai salah satu yang prima, riil, logis, sesuai kodrat alam dan sebagainya;
Etnosentrisme nampaknya merupakan gejala sosial yang universal, misalnya: sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar;
Akibatnya etnosentrisme penampilan yang etnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam berkomunikasi;
Etnosentrisme dapat dianggap sebagai sikap dasar Ideologi Chauvinisme pernah dianut orang-orang Jerman pada zaman Nazi Hitler, mereka merasa dirinya superior, lebih unggul dari bangsa-bangsa lain, dan menganggap bangsa-bangsa lain sebagai inferior, lebih rendah, nista dan sebagainya.