ILMU SOSIAL DASAR
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak runtuhnya Khilafah
Utsmaniyah pada tahun 1924 yang merupakan perencanaan busuk dunia barat saat
itu maka berakhir sudah peradaban yang dipegang oleh Islam selama 350 tahun
yang didalamnya terdapat kedamaian. Ini merupakan momentum besar bagi dunia
barat untuk menanamkan ide-idenya disetiap penghuni bumi.
Dunia barat dan pemikirannya
kini semakin subur bercokol menebarkan benih-benih pemikiran dan nilai di
negara-negara dunia ketiga. Meskipun kolonialisme dan imperialisme tidak lagi
nampak secara fisik, namun perang pemikiran yang digulirkan oleh Barat telah
berdampak sedemikian hebat. Melalui penguasaan di berbagai media informasi,
kebudayaan, dan pendidikan, Barat menggencarkan serangan globalisasi dan
modernisasi yang semakin merusak umat.
Masih banyak masyarakat dunia,
bahkan umat Islam sendiri yang masih menganggap peradaban Barat sebagai
peradaban dunia. Nilai-nilai dan pemikiran Barat dijadikan sebagai standar
perilaku dan gaya hidup yang selalu terkesan modern.
Barat secara tidak
objektif senantiasa mendiskreditkan
Islam sebagai agama 'teroris' yang kolot dan tidak dinamis. Penguasaan barat
atas beberapa aspek material yang penting, seperti perekonomian, keamanan, dan
pendidikan ditambah dengan terpojoknya Islam atas segala strategi Barat,
membuat Islam harus kembali diperjuangkan sebagai peradaban dunia, dan harus
segera dilepaskan dari cengkeraman Barat yang kini telah menghegemoni di dunia.
Harus ada strategi dan langkah nyata sebagai upaya mengembalikan kejayaan Islam
sebagai peradaban dunia.
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan
mempelajari makna, sebab-musabab perubahan sosial, strategi perubahan sosial,
bentuk perubahan sosial dan perubahan/rekayasa sosial yang
kehendaki.
II. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang ada,
maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, antara lain:
1. Apakah makna
dari rekayasa sosial
2. Apa
sebab-musabab perubahan sosial itu harus terjadi?
3. Bagaimanakah
bentuk perubahan sosial?
4. Strategi apa
yang harus dipakai dalam perubahan sosial?
5. Perubahan /
rekayasa Sosial seperti apa yang
dikehendaki?
I. PEMBAHASAN
A. Pengertian Rekayasa Sosial
Rekaya
sosial merupakan campur tangan atau seni memanipulasi sebuah gerakan ilmiah
dari visi ideal tertentu yang ditujukan untuk mempengaruhi perubahan sosial,
bisa berupa kebaikan maupun keburukan dan juga bisa berupa kejujuran, bisa pula
berupa kebohongan.
Perubahan sosial
yang dilakukan karena munculnya problem-problem sosial sebagai adanya perbedaan
antara das sollen (yang seharusnya) dengan das sein (yang nyata).
Tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial (collective action to
solve social problems). Biasanya ditandai dengan perubahan bentuk dan
fungsionalisasi kelompok, lembaga atau tatanan sosial yang penting.
Dibanding dengan
perencanaan sosial (social planning), ia lebih luas atau lebih
pragmatis, sebab sebuah rekayasa selalu mengandung perencanaan, tetapi tidak
semua perencanaan diimplementasikan hingga terimplementasikan di alam nyata.
Begitu pula jika dibandingkan dengan manajemen perubahan (change management),
ia memiliki makna lebih pasti, sebab jika obyek dari manajemen dapat
ditafsirkan sebagai perubahan dalam arti luas, sedangkan obyek dari rekayasa
sosial sudah jelas, yakni perubahan sosial menuju suatu tatanan dan sistem baru
sesuai dengan apa yang dikehendaki sang perekayasa.
Selain
pengertian di atas, rekayasa sosial juga dapat diartikan sebagai
sebuah proses perencanaan, pemetaan dan pelaksanaan dalam konteks perubahan
struktur dan kultur sebuah basis sosial masyarakat.
B. Sebab-Musabab
Perubahan Sosial
Ideas; pandangan hidup (way
of life), pandangan dunia (world view) dan nilai-nilai (values),
seperti yang Max Weber ungkapkan bahwa betapa berpengaruhnya ide
terhadap suatu masyrakat.
Great individuals (tokoh-tokoh
besar);
perubahan sosial terjadi karena munculnya seorang tokoh atau pahlawan yang
dapat menarik simpati dari para pengikutnya yang setia, kemudian bersama-sama
dengan simpatisan itu, sanga pahlawan melancarkan gerakan untuk mengubah
masyarakat (great individuals as historical forces).
Social Movement (gerakan sosial); sebuah gerakan
sosial yang dipelopori oleh sebuah komunitas atau institusi semacam LSM/NGO, Ormas,
OKP dan sebagainya.
Sumber-sumber
perubahan juga bisa disebabkan oleh; (1) Kemiskinan (poverty) sebagai problem yang melibatkan banyak
orang, (2) Kejahatan (crimes) yang
biasanya berjenjang dari blue collar crimes sampai white collar
crimes, dan (3) Pertikaian atau konflik (conflict), konflik sosial
bisa bersifat etnis, rasial, sektarian, ideologis, dan sebagainya.
C.
Bentuk dan Teori Perubahan Sosial
Terdapat tiga bentuk perubahan
yang disepakati kalangan ilmuwan sosial: evolusi, revolusi dan reformasi. Evolusi dipahami sebagai bentuk
perubahan yang memakan waktu lama. Proses perubahan seperti ini cenderung hanya
melingkar di tingkat elite saja dan sedikit sekali mengakomodasikan input
dari grass root yang muncul ke permukaan sebagai reaksi atas berbagai
kebijakan elit penguasa. Konsekuensi logis dari perubahan model ini akan
menempatkan rezim penguasa pada keleluasaan menentukan agenda-agenda perubahan
yang ada berdasar “aman atau tidak” bagi kekuasaannya.
Perubahan model ini, biasanya
kurang populer di Dunia Ketiga (the Third World), yang mayoritas adalah
berpenduduk muslim, karena perubahan politiknya secara umum masih cukup
eksplosif. Tidak perlu tokoh yang kharismatik atau terkenal untuk evolusi,
karena semua ditentukan dalam kendali penguasa. Elite penguasa serta
pihak-pihak tertentu saja yang bisa terlibat dalam perumusan persoalan yang ada
dan itu bias kepentingan. Figur-figur di luar lingkaran kekuasaan hanya
memberikan respons minimal sebatas masukan atau paling maksimal, pressure
(tekanan), itupun jika ada kebebasan.
Bentuk kedua adalah revolusi. Perubahan secara cepat
ini cukup populer di kalangan gerakan sosial atau aktivis pembebasan. Dalam
prosesnya, cara ini cukup beresiko. Bisa jadi dalam prosesnya yang singkat
tersebut meminta banyak korban sebagai prasyarat dari proses yang memang cukup
reaktif dan terkesan sporadis dari sisi waktu maupun agenda-agenda yang
dilakukan. Hasil dari cara ini dapat dilihat dengan cepat, karena secara umum
bertujuan pada perubahan politik, khususnya perubahan tampuk kekuasaan.
Revolusi Islam sebagai metode
perubahan adalah sebuah tawaran yang telah pernah diaplikasikan dalam lapangan
kenegaraan di Iran di bawah kepemimpinan Ayatullah Khomeini (1977), Mesir oleh
Ikhwanul Muslimin bersama Nasser (1952) dan beberapa negara Arab lainnya, baik
memenuhi standar teori Barat maupun tidak.
Sedangkan reformasi didefinisikan sebagai sebuah bentuk perubahan yang gradual
dan parsial. Tidak terlalu cepat, namun juga tidak lambat. Reformasi merupakan bentuk kompromi antara evolusi
dan revolusi. Reformasi atau pembaharuan (perubahan yang signifikan atas
hal yang dianggap menyimpang), telah berlangsung di berbagai belahan dunia
sejak zaman Renaissance abad ke-15 Masehi. Berawal di Jerman dengan
pemikiran Martin Luther King, yang menggugat penyimpangan ajaran Kristiani,
berlanjut pada pemikiran Thomas Hobbes tentang State of Nature-nya di
Inggris, John Locke, Rousseau hingga pemikiran demokrasi modern-nya Robert A
Dahl, berintikan pentingnya moralitas pemimpin untuk menjalankan demokrasi.
Demokrasi tidak saja berarti kekuasaan ditangan rakyat, namun juga
desakralisasi pemimpin yang dibatasi aturan konstitusi dan diawasi oleh lembaga
lain dimana rakyat memiliki hak atas mandat pemimpinnya.
Gerakan
reformasi acapkali terjadi, manakala seorang pemimpin berlaku korup dan
manipulatif, sehingga diperlukan langkah-langkah politik yang berarti dari
rakyat untuk melakukan perbaikan. Atau, bila rakyat merasakan adanya kekurangan
dalam sistem konstitusi yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Dengan
kedua alasan inilah, apa yang terjadi di Korea Selatan dengan Up-rising in
Kwangju tahun 1986, di Cina dengan tragedi Tiananmen 1989, dan
penggulingan Soeharto
di Indonesia tahun 1998, merupakan gerakan reformasi yang berdampak pada
penyelenggaraan negara.
D. Strategi-Strategi
Perubahan Sosial
Strategi Normative-Reeducative
(normatif-reedukatif); Normative merupakan kata sifat dari norm yang
berarti aturan yang berlaku di masyarakat (norma sosial), sementara reeducation
dimaknai sebagai pendidikan ulang untuk menanamkan dan mengganti paradigma
berpikir masyarakat yang lama dengan yang baru. Sifat strategi perubahannya
perlahan dan bertahap.
Cara atau taktik
yang digunakan adalah mendidik, yakni bukan saja mengubah perilaku yang tampak
melainkan juga mengubah keyakinan dan nilai sasaran perubahan.
Persuasive Strategy
(strategi persuasif); Strategi ini dijalankan melalui pembentukan opini dan
pandangan masyarakat, biasanya menggunakan media massa dan propaganda.
Cara atau taktik
yang digunakan adalah membujuk, yakni berusaha menimbulkan perubahan perilaku
yang dikehendaki para sasaran perubahan dengan mengidentifikasikan objek sosial
pada kepercayaan atau nilai agen perubahan. Bahasa merupakan media utamanya.
Efektifitas teori
persuasi sangat bergantung pada media yang dipergunakan. Media itu dibagi dua;
(1) media pengaruh (media
komunikasi yang digunakan pelaku perubahan untuk mencegah sasaran perubahan),
dan (2) media respon (media yang
digunakan oleh sasaran perubahan dalam menggulingkan tanggapan mereka),
keduanya dapat menggunakan media massa atau saluran-saluran interpersonal.
People’s power (revolusi); Merupakan bagian
dari power strategy (strategi perubahan sosial dengan kekuasaan),
revolusi ini merupakan puncak dari semua bentuk perubahan sosial, karena ia
menyentuh segenap sudut dan dimensi sosial secara radikal, massal, cepat, dan
mengundang gejolak intelektual dan emosional dari semua orang yang terlibat di
dalamnya.
Cara atau taktik
yang digunakan berbentuk paksaan (memaksa) dengan kekuasaan, yakni upaya
menimbulkan kepasrahan behavoral atau kerjasama pada sasaran perubahan melalui
penggunaan sanksi yang dikendalikan agen.
Strategi Perubahan Sosial Islam; cepat atau
lambat bukan sebuah soal dalam cara pandang Islam. Dengan meletakkan ridha
Allah sebagai tujuan hidup manusia (mardhâtillah), Islam telah
dilengkapi dengan standar moral yang tertinggi. Ini membuka cakrawala yang tak
terbatas bagi perkembangan moral dan etik manusia dalam komunitas kolektifnya.
Secara garis besar, tahapan perubahan sosial masyarakat Islam adalah sebagai
berikut:
1. mewujudkan
pribadi muslim yang diridhai Allah (bina’ al-fardli al-muslim), yaitu
pribadi muslim yang paripurna, yang penuh moralitas iman, Islam, taqwa dan
ihsan. [al-Baqarah: 177]
2. mewujudkan
rumah tangga dan keluarga Islami (bina’ al-usrah al-islamiyah) yang
diridhai Allah, yaitu rumah tangga yang sakinah diliputi mawaddah
serta rahmah anugerah ilahi. [ar-Ruum: 21]
3. mewujudkan
masyarakat dan lingkungan islami (bina’ al-ijtima’i al-islamiyyah) yang marhamah,
yaitu lingkungan yang kondusif dan layak menerima berkah Allah karena warganya
yang beriman dan bertaqwa. [al-A’raf: 96]
4. mewujudkan
negara (bina’ daulat al-islamiyyah) yang diridhai Allah yaitu baldat
yang thayyibah dan diliputi maghfirah Allah. [Saba’: 15]
5. mewujudkan
peradaban dunia yang diridhai Allah dengan kepemimpinan Islam atas alam (ustadziyat
al-‘alam), yaitu dunia yang hasanah dan berkesinambungan dengan
akhirat yang hasanah. [al-Baqarah: 201].
E. Konsep
Kejayaan dan Aktor dibalik Kejayaan serta Proses yang dilalui untuk Membangun
Kembali Islam
Konsep kejayaan harus dibangun
secara integral, baik dari aspek internal maupun eksternal. Secara
internal dan dari perspektif umat Islam, konsep kejayaan tidaklah jauh berbeda
dengan konsep kebangkitan umat. Yusuf Qardhawi (2003) mengungkapkan sepuluh
langkah menuju kematangan kebangkitan Islam, yaitu :
1. Dari format
dan simbol menuju hakikat dan substansi
2. Dari
retorika dan perdebatan menuju penerapan dan aksi
3. Dari sikap
sentimentil dan emosional menuju sikap rasional dan ilmiah
4. Dari
orientasi masalah cabang dan sekunder menuju masalah pokok dan primer
5. Dari
menyulitkan dan ancaman menuju kemudahan dan kabar gembira
6. Dari
kejumudan dan taklid menuju ijtihad dan pembaharuan
7. Dari
fanatisme dan eksklusifisme menuju toleransi dan inklusifisme
8. Dari sikap
berlebihan dan meremehkan menuju moderatisme
9. Dari
kekerasan dan kebencian menuju kelemahlembutan dan rahmat
10. Dari ikhtilaf dan perpecahan menuju persatuan dan
solidaritas
Sedangkan untuk menjawab
tantangan umat dari segi eksternal, terdapat beberapa langkah, yaitu :
1.
Membebaskan diri dari depedensi
Barat dan westernisasi
Bencana paling nyata akibat westernisasi adalah adanya
generasi yang mengalami proses pembaratan, yang kehilangan jati diri,
legitimasi, dan loyalitas sebagai bangsa Timur yang sejak lama dimiliki.
Westernisasi yang bertujuan untuk melakukan sekulerisasi negara dan masyarakat
harus mendapatkan perlawanan penuh dari umat Islam, dengan cara bangkit dan
aktif berjuang mengembalikan jati diri masyarakat muslim sekaligus menggagalkan
propaganda Barat.
2.
Penguasaan media
Pentingnya media sebagai pembentuk opini publik membuat
sarana ini harus dikuasai oleh umat Islam, untuk membuktikan fakta-fakta dan
kebenaran informasi tentang Islam. Sehingga, umat Islam tidak lagi terpojok
oleh berita negatif yang sering diekspos media Barat selama ini.
3.
Revitalisasi dan pembaharuan
Munculnya gerakan revitalisasi atau pembaharuan merupakan
titik cerah yang memunculkan babak baru bagi kehidupan Islami, yaitu keyakinan
bahwa Islam akan kembali memegang kendali kehidupan dan menggelisahkan kekuatan
musuh. Suatu arus gerakan yang kemudian dinamakan "Kebangkitan
Islam".
Revitalisasi akan berkorelasi positif dengan teori
perubahan. Menurut Chin et al., (1989),
terdapat beberapa strategi perubahan, yaitu strategi empiris-nasional, strategi
pengubahan normatif-reedukatif, pendekatan kekuasaan-paksaan. Strategi
empiris-nasional meliputi reset dasar
penyebaran pengetahuan melalui pendidikan umum, seleksi dan pergantian personal
dalam sistem, analisis sistem, penerapan sistem, serta reorganisasi perseptual
dan konseptual.
4.
Menghadapi Normalisasi dan
Destruksi Barat
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam upaya menghadapi
normalisasi dan destruksi Barat (Qardhawi, 2001) antara lain:
a. Budaya
perlawanan, bukan eksklusivitas
Perlawanan budaya yang dilakukan tidak hanya dengan cara
konservatif dan ekslusif dengan cara menarik diri dan tenggelam dalam konflik
golongan. Namur harus mulai dilakukan dengan cara-cara riil dan aplikatif.
b. Budaya
persatuan yang variatif
Yaitu budaya yang berusaha mengembangkan unsur-unsur
persatuan yang ada dan menguatkan tali perekat dalam masyarakat, karena adanya
pluralitas dalam kebudayaan.
c. Budaya
interaksi dan kebersamaan, bukan percerai-beraian
d. Mengokohkan
budaya umat
5.
Unifikasi
Seluruh kekuatan umat Islam harus disatukan dalam
kerangka unifikasi, rekonsiliasi, dan penyatuan barisan, agar terjalin ikatan
akidah yang begitu kuat. Salah satu unifikasi yang harus dilakukan adalah
unifikasi kekuatan umat Islam.
Konsep-konsep tersebut tidak
akan berguna jika tidak ada aplikasi nyata dari aktor kebangkitan, yaitu umat
Islam secara umum dan pemuda Islam secara khusus. Perlu
disiapkan generasi Rabbaniyyin dari kaum muda, yang nantinya akan menempati
posisi strategis, menjadi pemimpin dan penentu kebijakan umat.
Proses yang dilalui oleh aktor
perubahan adalah sesuai dengan proses menuju kemenangan Islam. Dimulai dari
pengenalan dan dakwah Islam, pembentukan aktor-aktor perubahan yang siap
mengemban amanah, kemudian amal produktif. Proses yang dilalui akan mengikuti
sunnah gradual, sehingga memerlukan kesabaran tingkat tinggi untuk melakukan
setiap tahapan (Ash Shalabi, 2006).
Hal yang sama diungkapkan oleh
Hasan Al Banna (Al Ghazali, 2001) tentang langkah-langkah tahapan dakwah menuju
kebangkitan Islam, yaitu:
1. Tahap propaganda
dan pengenalan
2. Tahap
penyiapan dan pembinaan
3. Tahap kerja
dan pelaksanaan
4. Tahapan
negara
5. Tahapan
penyiapan khilafah
6. Tahapan
peneguhan eksistensi negara atau khilafah
7. Tahapan
kepemimpinan dan perwujudan keteladanan.
F. Grand Design
Besar Kammi untuk Indonesia
II.
KESIMPULAN
Beberapa hal yang
dapat disimpulkan dari pembahasan di atas antara lain sebagai berikut:
1.
Rekayasa sosial yang
berujung pada perubahan sosial yang dilakukan oleh wadah perjuangan itu terjadi
ketika masyarakat itu sendiri sudah keluar dari fitrahnya yang akan
mengakibatkan berbagai problematika hidup diantaranya korupsi, kekerasan,
imprealisme dan lain-lain.
2. Lambat atau
cepat dalam perubahan adalah sebuah proses. Yang terpenting adalah mengganti
pradigma masyarakat dengan melakukan tarbiyah untuk membentuk kepribadian muslim
yang diridhai oleh Allah.
3. Tujuan yang
diinginkan dari rekayasa sosial adalah terbentuknya masyarakat Islam dan
tersampaikannya dakwah kepada segenap manusia. Sedangkan tahapan yang harus
dilalui adalah tahap propaganda dan pengenalan, tahap penyiapan dan pembinaan,
tahap kerja dan pelaksanaan, tahapan negara, tahapan penyiapan khilafah, tahapan
peneguhan eksistensi negara atau khilafah, tahapan kepemimpinan dan perwujudan
keteladanan.
4.
Generasi muslim yang
akan menjadi pemenang masa depan telah dijelaskan dalam Al Quran, yaitu
orang-orang beriman dan beramal shalih, yang senantiasa merealisasikan
ubudiyahnya dalam seluruh aspek kehidupan, yang senantiasa gigih memerangi
kemusyrikan, yang ikhlas dan sabar.
PENUTUP
Akhir
dengan satu kata ”ketika Allah berada di sisi lawan kita maka siapa lagi yang
kita harapkan? Dan ketika Allah berada di sisi kita maka siapa lagi yang kita
takuti? Bukankah Allah telah mengabadikan sebuah ayat yang artinya. ”Barang
siapa yang membantu/menolong agama Allah, Allah akan senanntiasa membantunya
dan meneguhkan kedudukanya”. (Q.S. MUHUMMAD: 7).
Peradaban Barat akan segera
mengakhiri masa tuanya, lengser, dan digantikan oleh peradaban yang sempurna
dan mulia di sisi Allah, yaitu peradaban Islam. Dan Allah telah menjanjikan hal
itu pada orang-orang beriman dan beramal shalih. Hendaknya janji tersebut
menjadi motivator kuat bagi umat Islam untuk bangkit dan bergerak, secara
maknawi dan materi, secara filosofis dan aplikatif, demi terwujudnya kemenangan
Islam.
Semoga banyak manfaat dan ilmu
yang dapat diambil dari makalah ini, meskipun dengan segala keterbatasan dan
kekurangan yang ada. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk
perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al Ghazali, Abdul Hamid. 2001. Meretas Jalan Kebangkitan Islam, Peta
Pemikiran Hasan Al Banna. Era Intermedia, Solo.
Budiyanto, Dwi. 2009. Prophetik Learning. Pro-U Media,
Yogyakarta.
Chin, R., W.G. Bennis, K.D.
Benne. 1989. Merencanakan Perubahan.
Era Intermedia, Solo.
Kasali, Rhenld. 2006. Change!. Gramedia. Jakarta.
Matta, Anis. 2006. Arsitek Peradaban. Fitrah Rabbani,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar