Jumat, 09 November 2012

BAB 8 ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN


ILMU SOSIAL DASAR
BAB 8
ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN
1. ILMU PENGETAHUAN
“Ilmu Pengetahuan“ lazim dipergunakan dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari dua kata, “Ilmu” dan “Pengetahuan”, yang masing-masing masing-masing mempunya indentitas sendiri-sendiri.
Dalam membicarakan “pengetahuan” saja akan menghadapi berbagai masalah seperti kemampuan indera dalam memahami fakta pengalaman dan dunia realitas, hakikat pengetahuan, kebenaran, kebaikan, membentuk pengetahuan, sumber pengetahuan dan sebagainya.
Kesemuanya telah lama dipersoalkan oleh para ahli filsafat seperti Socrates, Plato dan Aristoteles, dimana teori pengetahuan merupakan cabang atau sistem filsafat.
Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena bermacam-macam pandangan dan teori (epistemologi), diantaranya pandangan Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan merangsang budi.
          Menurut Decartes ilmu pengetahuan merupakan serba budi;
          Oleh Bacon dan David Home diartikan sebagai pengalaman indera dan batin;
          Menurut Immanuel Kant pengetahuan merupakan persatuan antara budi dan pengalaman;
          Dan teori Phyroo mengatakan, bahwa tidak ada kepastian dalam pengetahuan.
Dari berbagai macam pandangan tentang pengetahuan diperoleh sumber-sumber pengetahuan berupa ide, kenyataan, kegiatan akal-budi, pengalaman, sintesis budi, atau meragukan karena tak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti.
 Dikalangan ilmuwan ada keseragaman pendapat, bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur yang diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum dan akumulatif.
Banyaknya teori dan pendapat tentang pengetahuan dan pendapat kebenaran mengakibatkan suatu definisi ilmu pengetahuan akan mengalami kesulitan.
Sebab dikalangan ilmuwan sendiri sudah ada keseragaman pendapat, hanya akan terperangkap dalam tautologis (pengulangan tanpa membuat kejelasan) dan pleonasme atau mubazir saja.
Langkah-langkah memperoleh ilmu dan objek ilmu meliputi rangkaian kegiatan
dan tindakan, dimulai dengan :
          Pengamatan yaitu suatu kegiatan yang diarahkan kepada fakta yang mendukung apa yang dipikirkan untuk sistemasi, kemudian menggolong-golongkan dan membuktikan dengan cara berpikir analisis, sintesis, induktif dan deduktif;
          Yang terakhir ialah pengujian kesimpulan dengan menghadapkan fakta-fakta sebagai upaya mencari berbagai hal yang merupakan pengingkaran.
Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan objektif diperlukan sikap yang
bersifat ilmiah meliputi 4 (empat) hal :

a.        Tidak ada perasaan bersifat pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif;
b.        Selektif, artinya mengadakan pemilihan tehadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada;
c.        Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap alat indera dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu;
d.        Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka dibuktikan kembali.
e.        Penelitian dasar bertujuan utama menambah pengetahuan ilmiah, sedangkan penelitian terapan adalah untuk menerapkan secara praktis pengetahuan ilmiah.
f.         Dalam menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut, perlu diperhatikan hambatan sosialnya. Bagaimana konteksnya dengan teknologi, dan kemungkinan untuk memwujudkan suatu perpaduan dan pertimbangan moral dan ilmiah.

2. T E K N O L O G I
Teknologi dalam penerapannya sebagai jalur utama yang dapat menyongsong masa depan yang cerah, kepercayaan sudah mendalam.
Sikap demikian adalah wajar, asalkan tetap dalam konteks penglihatan yang rasional.
Sebab teknologi, selain mempermudah kehidupan manusia, mempunyai dampak sosial yang sering lebih penting artinya daripada kehebatan teknologi itu sendiri.
Dunia moderen yang dibentuk oleh teknologi menghadapi 3 (tiga) krisis sekaligus :
1.        Sifat kemanusian berontak terhadap pola-pola politik, organisasi dan teknologi yang tidak berperikemanusiaan yang terasa menyesakkan napas dan melemahkan badan;
2.        Lingkungan hidup menderita menunjukkan tanda-tanda setengah binasa;
3.        Penggunaan sumber daya yang tidak dapat dipulihkan, seperti bahan bakar, fosil, sedemikian rupa sehingga akan terjadi kekurangan sumber daya tersebut.
Teknologi dalam penerapannya sebagai jalur utama yang dapat menyongsong masa depan yang cerah, kepercayaan sudah mendalam.
Sikap demikian adalah wajar, asalkan tetap dalam konteks penglihatan yang rasional.
Sebab teknologi selain mempermudah kehidupan manusia, mempunyai dampak sosial yang sering lebih penting artinya daripada kehebatan teknologi itu sendiri.
Dalam konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis dapatlah dikatakan, bahwa ilmu pengetahuan (body of knowledge), dan teknologi sebagai suatu seni (state of art) yang mengandung pengertian berhubungan dengan proses produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah modal, tenaga kerja dan keterampilan dikombinasikan untuk merelisasi tujuan produksi.
Teknologi memperlihatkan fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis.
Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
          Rasionalitas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional;
          Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah;
          Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan serba otomatis. Demikian pula dengan teknik mampu mengelimkinasikan kegiatan non-teknis menjadi kegiatan teknis;
          Teknis berkembang pada suatu kebudayaan;
          Monisme, artinya semua teknis bersatu, saling berintekasi dan saling bergantung;
          Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ideologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan;
          Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Luasnya bidang teknik, digambarkan Jacques Ellul (The Technological Society – 1964), sebagai berikut :
1.        Teknik meliputi bidang ekonomi;
2.        Tenik meliputi bidang organisasi;
3.        Teknik, meliputi bidang manusia.
4.        Manusia pada saat ini telah begitu jauh dipengaruhi oleh teknik. Gambaran kondisi tersebut adalah sebagai berikut :
5.        Situasi tertekan;
6.        Perubahan ruang dan lingkungan manusia;
7.        Perubahan waktu dan gerak manusia;
8.        Terbentuknya suatu masyarakat massa;
9.        Teknik-teknik manusia dalam arti ketat.
Ciri-ciri Teknologi Barat :
1.        Serba intensif dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja, dll.
2.        Dalam struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat ketergantungan;
3.        Kosmologi atau pandangan teknologi barat menganggap dirinya sebagai pusat feriferi, waktu berkaitan dengan kemajuan secara linier.

3. ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN NILAI
Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral.
Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerapan ilmu pengetahuan khususnya teknologi sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral atau segi-segi manusiawinya.
Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya itu sendiri, dalam menentukan pilihan antara orientasi produksi dengan motif ekonomi yang kuat, dengan orientasi nilai menyangkut segi-segi kemanusiaan yang terkadang harus dibayar
lebih mahal.
 Masalah nilai kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, menyangkut perdebatan sengit dalam menduduk perkarakan nilai dalam kaitannya dengan ilmu teknologi. Sehingga kecenderungan sekarang ada dua pemikiran, yaitu :
          Yang menyatakan ilmu bebas nilai dan;
          Yang menyatakan ilmu tidak bebas nilai.

4. K E M I S K I N A N
Kemiskinan lazim dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok, dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain. (Emil Salim – 1982).
Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa, sebagai inspirasi dasar perjuangan akan kemerdekaan bangsa, dan motivasi fundamental dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Garis kemiskinan, yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal, yaitu :
(1)     Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan;
(2)     Posisi manusia dalam lingkungan sekitar, dan;
(3)     Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi.
Dasar ukuran yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri, sebagai berikut :
a.        Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, keterampilan dan sebagainya;
b.        Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha;
c.        Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar, karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan;
d.        Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self employed) berusaha apa saja;
e.        Banyak yang hidup di kota berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan.
Kemiskinan menurut orang lapangan (umum) dapat dikategorikan kedalam 3 (tiga) unsur, yaitu :
1.        Kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang;
2.        Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam, dan;
3.        Kemiskinan buatan (buatan manusia terhadap manusia pula yang disebut kemiskinan struktural : struktur ekonomi, politik, sosial, maupun kultur).
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar